Organisasi Guru seharusnya hanya satu. Namun aturan untuk itu belum ada. Setiap guru boleh memilih organisasinya masing-masing. Tidak ada paksaan dalam berorganisasi. Lebih baik kita mengasah diri. Mengkritik itu mudah, menjadi pemimpin guru yang susah.
Dulu saya kira Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) itu beda. Ternyata isinya sama. Keduanya dipimpin oleh mereka yang bukan guru. Belum ada guru yang mampu memimpin organisasi besar seperti PGRI. Anggotanya menyebar dari pusat hingga daerah. Alamat kantornya jelas dan ada pegawai yang bekerja melayani semua guru. Organisasi tidk terlihat besar di dunia maya saja, tapi juga di dunia nyata.
Saat ingin organisasi guru seperti itu dan dikelola dengan prinsip manajemen yang baik. Keuangan dikelola secara transparan dan setiap anggota memberikan iuran, karena darah organisasi adalah iuran anggota. Kemudian saya membentuk organisasi guru yang semuanya guru. Namanya Ikatan Profesi Guru Indonesia disingkat IPGI. Banyak guru menyambut dengan suka cita. Kami meresmikannya di Gedung Sertifikasi Guru kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Organisasi berjalan bagus dan mulus. Namun sayang dikhianati oleh ketuanya sendiri. Arah organisasi melenceng jauh dari harapan. Kami langsung bekukan organisasinya sebelum berkembang. Pak Namin sebagai sekjen mengundurkan diri karena diangkat jadi dosen di perguruan tinggi. Saat itu kita berkomitmen bahwa organisasi guru dipimpin oleh guru. Mereka yang bukan guru dimohon untuk tidak bergabung dalam organisasi guru.
Saya arahkan semua anggota untuk ikut organisasi guru lainnya. Ada yang bergabung di PGRI dan di IGI. Ada juga yang bergabung di FSGI, Federasi Serikat Guru Indonesia. Saya beri kebebasan untuk memilih sendiri. Mereka bisa menyalurkan potensinya untuk belajar berorganisasi dan memimpin organisasi guru.
Tapi mereka banyak yang kecewa. Sebab organisasi guru yang mereka ikuti tidak dipimpin oleh guru. Mulailah mereka menyatu dalam berbagai komunitas guru untuk berbagi ilmu. Baik dalam dunia maya maupun nyata. Kami sering kopdar dan berdiskusi untuk memajukan organisasi masing-masing. Seharusnya organisasi guru dipimpin oleh guru, namun banyak guru yang nampaknya belum mampu.
Akhirnya banyak komunitas guru lahir. Saya sendiri bersama kawan kawan lainnya membentuk komunitas guru TIK dan sudah berbadan hukum. Namanya komunitas guru TIK dan KKPI disingkat KOGTIK. Seiring perjalanan waktu, organisasi kami bergabung di Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenias (APKS) PGRI yang misi dan visinya sama dengan organisasi kami. Kemudian kami beri nama Ikatan Guru TIK PGRI.
Setiap kali ada undangan rapat dan kegiatan organisasi profesi guru kami diundang oleh kemdikbud. Kita presentasikan apa-apa yang sudah kami lakukan untuk meningkatkan kompetensi guru. Terakhir kami berikan buku informatika karya guru TIK ke mendikbud Nadiem Makarim secara langsung. Kami bekerjasama dengan penerbit andi untuk membuat buku informatika yang berkualitas.
Sekarang ini ada 35 organisasi guru yang diakui GTK kemdikbud dan diundang dalam kegiatan refleksi organisasi profesi Guru. Kita berkumpul dalam melakukan refleksi organisasi profesi guru. Kita belajar dari lahirnya sumpah pemuda. Walaupun organisasinya berbeda, kita tetap bersatu dalam satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa kita. Mereka tetap berada pada organisasinya masing-masing dan saling mendukung untuk kemerdekaan republik Indonesia.
Semua perwakilan organisasi guru yang hadir setuju untuk membuat forum organisasi guru. Di hotel Aryaduta kita bertemu beberapa waktu lalu. Kami sepakat untuk membentuk forum silahturahim organisasi profesi guru. Walaupun nama organisasi kita berbeda, namun kita tetap menyatu dalam sebuah misi sama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa.
Semoga semua organisasi guru bersatu. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang kita cita-citakan bersama. Tujuan kita sama untuk memajukan Indonesia. Sesuai undang-undang Dasar negara republik Indonesia tahun 1945. Itulah yang menjadi rujukan kita.
Semoga mereka yang bukan guru sadar diri untuk membentuk organisasinya sendiri. Guru Indonesia harus bersatu dan bisa memimpin organisasinya sendiri. Jadilah pengurus organisasi yang amanah dan bermanfaat untuk semua. Kepentingan guru harus didahulukan agar guru memiliki kesejahteraan, penghargaan, perlindungan, dan keamanan yang baik. Guru Indonesia harus sejahtera, termasuk guru-guru yang masih berstatus guru honorer.
Biarkan kami para guru mengurus organisasinya sendiri. Dari guru oleh guru dan untuk guru. Sekarang kita sebagai guru harus mampu menjadi pemimpin organisasi guru. Bisa gabung di PGRI atau bergabung di luar PGRI. Hidup ini pilihan kawan. Silahkan pilih sesuai hati nuranimu.
Sekarang era kebebasan berpendapat dan dilindungi oleh undang-undang. Setiap guru bebas berorganisasi dan menyampaikan pendapat. Kalau saya sih ingin organisasi guru seperti IDI. Ikatan dokter Indonesia. Tidak ada yang bukan dokter menjadi anggotanya.
Dari sekian juta guru, saya termasuk guru yang ingin organisasi guru itu satu saja. Tapi di era kebebasan menyampaikan pendapat kita harus legowo menerima pendapat berbeda. Tinggal adu program saja. Kalau pengurusnya amanah pasti berkah dan anggota merasakan manfaat dari organisasi guru yang diikutinya.
Selama saya bergabung di PGRI belum semua anggotanya guru dan itu tidak salah karena anggaran dasar dan angaran rumah tangga PGRI membolehkan itu. Jadi kalau ingin semuanya guru harus dirubah dulu AD dan ART-nya hehehe.
Salam Blogger persahabatan
Omjay
Guru Blogger Indonesia